Minggu, 02 Juni 2013
Mud Snake
Ular lumpur Kapuas yang bernama ilmiah Enhydris gyii adalah ular dari suku Colubridae, anak suku Homalopsinae. Ular ini merupakan spesies yang baru dideskripsikan dan dipublikasikan pada akhir tahun 2005 melalui jurnal ilmiah The Raffles Bulletin of Zoology no 53, bulan Desember 2005.
Ular ini dinamai ular lumpur Kapuas karena ular air tersebut sejauh ini hanya ditemukan di sistem aliran Sungai Kapuas,Kalimantan Barat, itupun dengan jumlah yang terbatas. Sedangkan nama ilmiahnya nama ilmiahnya, Enhydris gyii Murphy, diberikan untuk menghormati mendiang Profesor Ko Ko Gyi; herpetolog yang telah merevisi anak suku Homalopsinae pada tahun 1970.
Ular air ini berukuran sedang, dari tiga spesimen yang dideskripsikan, panjang totaln ular air ini bervariasi antara 64 cm hingga 76 cm. Sisik dorsal atau sisik bagian punggung berkilau seperti pelangi, tersusun dalam 25 deret di bagian tengah badan (berjumlah sekitar 27 di atas leher dan 21 di sekitar anus). Warna di bagian punggung kelabu hitam sampai coklat merah kehitaman. Masing-masing sisik di punggung dengan bagian tengah atau pusatnya berwarna kemerahan. Sisik ventral dan empat deret terbawah sisik dorsal berwarna merah terang kecoklatan.
Pewarnaan ini mirip dengan pola pewarnaan ular lumpur E. doriae yang kelabu gelap di bagian atas (dorsal) dan terang kekuningan, krem atau kemerahan di bagian bawahnya. Perbedaannya terletak pada warna terang yang terdapat di 5 hingga 7 deret terbawah sisik dorsal; sedangkan sisik dorsal itu sendiri berjumlah 29 hingga 31 deret di tengah badan. Tidak seperti umumnya ular, sisik sisik bibir atas (supralabial) bagian belakang ular ini terbagi menjadi 2 hingga 3 susun. Ciri ini juga dimiliki oleh kerabat dekatnya, E. doriae dan E. punctata.
Tidak banyak yang bisa diketahui dari kehidupan ular ini, selain bahwa ular ini hidup pada habitat riparian atau dataran banjir di sekitar aliran sungai. Sampai dengan saat ini belum banyak spesimen yang tertangkap atau diamati, hingga ular ini dipublikasikan secara luas pada tahun 2006 kemarin.
Sebetulnya spesimen pertama yang terkoleksi dari jenis ini telah berumur lebih dari 100 tahun. Ular pertama ini tertangkap pada 1897 di aliran S. Kapuas, Kalbar, tanpa lokasi spesifik. Akan tetapi ular ini tidak dikenali sebagai jenis baru hingga sekarang ini. Pada 1996, Mark Auliya, seorang herpetolog muda dari Jerman, berhasil menangkap dua spesimen lagi dari lokasi yang berbeda di sekitar aliran Kapuas dekat kota Putussibau. Hingga 2003, ketiganya masih dianggap dan dicatat sebagai E. doriae sebelum pada akhirnya ditelaah ulang dan ditetapkan sebagai spesies baru. Hingga saat ini E. gyii masih dianggap jenis endemik Kalimantan, khususnya aliran Sungai Kapuas, Kalbar. Namun ada pula peneliti yang memperkirakan kemungkinan ditemukannya ular lumpur ini di Sumatra, mengingat pada kala Pleistosen terdapat hubungan yang cukup lama antara sistem sungai di Kalimantan bagian barat dengan sistem sungai di Sumatra tengah. Pada kala ini, permukaan air laut menurun begitu rendah sehingga tercipta hubungan darat antara Sumatra, Semenanjung Malaya dan Kalimantan.
Keistimewaan unik dan langka yang dimiliki ular ini adalah kemampuannya untuk berganti warna seperti bunglon. Mark Auliya, menceritakan saat dia meletakkan ular tersebut dalam wadah berwarna gelap, ular tersebut masih berwarna coklat kemerahan. Ketika ular tersebut diambil dari kotak beberapa menit kemudian, ular itu telah berubah warna hampir menjadi putih sepenuhnya.
Kemampuan berganti warna sebetulnya bukan hal yang aneh bagi sebagian amfibi dan reptil. Beberapa jenis kodok, cecak dan terutama bunglon dapat mengubah warna kulitnya. Pada beberapa jenis hewan, perubahan warna itu relatif lambat dan sederhana seperti warnanya menjadi lebih pucat atau sekedar menjadi lebih gelap. Tapi pada bunglon Madagaskar, perubahan itu berlangsung cepat dan drastis hingga warnanya berganti drastis. Tapi sekali lagi kemampuan berganti warna ini sangat langka dijumpai pada ular. Dan ular lumpur Kapuas ini memperlihatkan kemampuan yang umumnya telah tidak dimiliki lagi oleh bangsa ular.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar