Senin, 03 Juni 2013

Fosil Buaya Baru


Baru baru ini di Bogota, paleontolog mengaku berhasil menemukan fosil buaya sepanjang 6,1 di tambang batu bara di Kolombia. Buaya air tawar raksasa yang diberi nama Acherontisuchus Guajiraensis ini nampaknya hidup di lingkungan hutan hujan, atau di habitat yang sama dengan ular terpanjang di dunia yang dikenal sebagai Titanoboa yang diperkirakan mencapai panjang 12,8 meter.
Menurut ilmuwan ekosistem hutan hujan jaman dulu memang didominasi oleh reptile reptile raksasa, termasuk ular, kura-kura dan buaya. Fosil buaya yang ditemukan ini adalah fosil kedua yang ditemukan di tambang Correjon di bagian utara Kolombia.
Dari fosil buaya ini dapat dipastikan buaya ini dulunya bersaing mencari makanan dengan ular terpanjang dunia karena makanan utama buaya ini adalah ikan. Fosil spesies buaya yang baru ditemukan ini merupakan bagian kelompok buaya yang dikenal sebagai Dyrosaurids. Buaya ini diyakini sebagai penghuni lautan, dan merupakan reptil pesisir pantai. Tapi specimen dewasa yang baru mengkontradiksi teori yang menyebutkan A. Guajiraensis hanya hidup di air tawar saat bayi dan akan kembali ke laut setelah dewasa.
Penemuan ini bukan yang pertama kalinya karena di tahun 2009, tiga spesies buaya raksasa baru juga ditemukan. Yang pertama adalah spesies Kaprosuchus Saharicus, atau dijuluki BoarCroc yang ditemukan di Niger. BoarCroc adalah pemakan daging yang mempunyai panjang sekitar enam meter dengan moncong sekeras lapis baja yang digunakan untuk menyeruduk musuh atau mangsa dan dilengkapi dengan tiga set taring berbentuk belati untuk memotong dan mengoyak korbannya.
Yang kedua adalah spesies buaya Araripesuchus Rattoides, disebut juga RatCroc yang ditemukan di Maroko. Buaya dengan panjang sekitar satu meter ini adalah buaya pemakan tumbuhan yang memiliki sepasang rahang di belakang dan di bawah. Fungsinya rahang itu digunakan untuk mengunyah makanan.
Sedangkan jenis buaya ketiga adalah Laganosuchus Thaumastos atau PancakeCroc, yang berasal dari Niger dan Maroko. Dengan panjang 20 kaki atau sekitar enam meter, buaya ini adalah pemakan ikan. Selain itu buaya ini mempunyai moncong sepanjang satu meter dan gigi berbentuk paku ramping di rahangnya.
Tiga spesies baru ini, dua sebelumnya dikenal sebagai buaya kuno. Dr. Sereno, sang penemu mengatakan kalau spesies ini membuka jendela dunia kalau ternyata buaya adalah hewan yang asing bagi kehidupan di benua utara. Binatang yang hidup 100 juta tahun yang lalu di benua selatan dikenal sebagai Gondwana. Para peneliti mengatakan bahwa binatang itu bisa lari kencang di darat mengejar mangsa. Namun juga menyelam ke dalam air dan berenang. Buaya Afrika ini tampaknya memiliki kaki yang bisa tegak, kaki itu bisa untuk melompat-lompat dengan tangkas di darat dan mempunyai ekor serbaguna untuk mengayuh dalam air. Hewan dengan bakat amfibi ini di masa lalu dapat menjadi kunci untuk memahami bagaimana mereka berkembang dan selamat melewati era Dinosaurus. Bakat amphibi buaya buaya ini  di masa lalu bisa jadi menjadi kunci untuk memahami bagaimana mereka bisa berlari dan selamat pada zaman dinosaurus. Sereno menambahkan, meski mereka tidak bisa berlari cepat seperti seekor kuda, namun jenis buaya ini bisa bergerak cukup cepat. Selain menemukan tiga spesies buaya baru, Sereno dan Larsson juga menemukan fosil dua spesies buaya yang pernah ditemukan sebelumnya yaitu Anatosuchus minor dan Araripesuchus wegeneri.
Kedua buaya ini sama-sama ditemukan di Niger dan memiliki ukuran panjang sekitar satu meter. Perbedaannya, spesies Anatosuchus minor memiliki moncong lebar dan hidung mirip pinokio. Spesies ini memangsa ikan, kodok, dan ulat serta memiliki sensor khusus pada ujung moncong untuk mencari mangsa di air dangkal. Sedangkan spesies Araripesuchus wegeneri memiliki hidung seperti hidung anjing dan senang memakan tumbuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar